
Hajar Aswad (batu hitam) yang berada disudut Ka’bah merupakan batu yang diturunkan oleh Allah dari Surga
“نَزَلَ الْحَجَرُ الْأَسْوَدُ مِنَ الْجَنَّةِ وَهُوَ أَشَدُّ بَيَاضًا مِنَ اللَّبَنِ فَسَوَّدَتْهُ خَطَايَا بَنِي آدَمَ.”
Artinya: Hajar Aswad diturunkan dari surga, dan pada awalnya lebih putih dari susu. Namun, dosa-dosa anak Adam membuatnya menjadi hitam. (HR. Tirmidzi dan An-Nasa’i )
MENCIUM HAJAR ASWAD PADA MASA JAHILIYAH
Hajar Aswad pada masa jahiliyah sangat dihormati oleh bangsa Arab karena posisi Hajar Aswad ada di Ka’bah. Orang Jahiliyah pada masa lalu juga suka mencium Hajar Aswad karena bagian dari tradisi penghormatan kepada Ka’bah, tetapi dalam prosesnya tercampur dengan kesyirikan karena mereka beranggapan bahwa batu tersebut mempunyai kekuatan mistis.
Imam Qurtubi dalam tafsirnya menceritakan bahwa bangsa Arab Jahiliyah sangat mengagungkan Ka’bah termasuk rukun-rukunnya, mereka beranggapan bahwa dengan menyentuhnya akan membawa kebaikan dan menolak keburukan. Selanjutnya mereka selalu menyembah berhala-berhala yang berada disekitar Ka’bah.
“وكانت العرب في الجاهلية تعظّم الكعبة وأركانها، وكانوا يعتقدون أن لمسها والتقرب إليها يجلب الخير ويدفع الشر.”
Artinya: Kaum Arab pada masa Jahiliyah mengagungkan Ka’bah dan rukun-rukunnya. Mereka meyakini bahwa menyentuhnya dan mendekat kepadanya akan membawa kebaikan dan menolak keburukan.
(Tafsir Al-Qurthubi, Juz 2).
MENCIUM HAJAR ASWAD PADA MASA NABI DAN SAHABAT
Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw mengajarkan ketauhidan, praktik mencium Hajar Aswad yang dilakukan pada masa Jahiliyah tetap dilaksanakan pada masa Islam, tetapi tujuannya diluruskan yaitu semata-mata menyembah Allah Swt.
Masalah mencium Hajar Aswad Islam tidak mengaitkan dengan masalah keberuntungan dan masalah mistis. Tapi mencium Hajar Aswad merupakan bagian dari sunnah thawaf.
“أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ كَانَ يَقَبِّلُ الْحَجَرَ الْأَسْوَدَ.”
(رواه البخاري رقم 1597)
Artinya: Bahwa Rasulullah ﷺ biasa mencium Hajar Aswad. (HR. Bukhari)
Mengomentari hadis tersebut Imam Nawawi dalam kitab Majmu menjelaskan bahwa mencium Hajar Aswad adalah sunnah yang telah ditetapkan dari Nabi Muhammad Saw.
“يُسْتَحَبُّ تَقْبِيلُ الْحَجَرِ الْأَسْوَدِ لِأَنَّهُ سُنَّةٌ ثَابِتَةٌ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ.”
Artinya: Disunnahkan mencium Hajar Aswad karena hal tersebut merupakan sunnah yang telah ditetapkan dari Nabi Saw. (Al-Majmu’, Juz 8)
Mencium Hajar Aswad adalah bentuk ibadah karena telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw, kita harus memurnikan hati bahwa ketika mencium Hajar Aswad karena mengikuti Nabi Muhammad Saw. Bahkan Sayyidina Umar Bin Khotob mengatakan
“إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ، وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ.”
(رواه البخاري رقم 1597)
Artinya: Aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak dapat memberikan manfaat maupun mudarat. Seandainya aku tidak melihat Nabi ﷺ menciummu, aku tidak akan menciummu. (HR. Bukhari).
Tatacara mencium Hajar Aswad prosesnya menyentuh dulu, kemudian mencium, lalu sujud (menempelkan dahi) ke hajar aswad itu bisa dilakukan dengan tenang karena pada masa itu belum belum banyak jamaahnya.
Selanjutnya dengan cara Istilam atau menyentuh Hajar Aswad lalu mencium tanganya selain dengan tangan apabila tidak sampai bisa dengan tongkat, Istilam atau menyentuh Hajar Aswad dengan tangan ini dilakukan oleh Ibnu Umar
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَسْتَلِمُ الْحَجَرَ بِيَدِهِ، ثُمَّ يُقَبِّلُ يَدَهُ، وَقَالَ:
“مَا تَرَكْتُهُ مُنْذُ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَفْعَلُهُ.”
Artinya: Dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar biasa menyentuh Hajar Aswad dengan tangannya, lalu mencium tangannya, dan ia berkata: ‘Aku tidak pernah meninggalkan cara ini sejak aku melihat Rasulullah ﷺ melakukannya. (HR. Muslim)
Imam Nawawi mengomentari hadis tersebut sebagai berikut:
“وَيَجُوزُ اسْتِلَامُ الْحَجَرِ بِعَصًا أَوْ نَحْوِهَا، ثُمَّ يُقَبِّلُهَا.”
Artinya: Boleh menyentuh Hajar Aswad dengan tongkat atau alat lainnya, lalu mencium alat tersebut.”
(Syarh Shahih Muslim)
MENCIUM HAJAR ASWAD MASA SEKARANG
Saat ini Masjidil Haram sepanjang tahun selalu penuh dengan jamaah terutama pada saat pelaksanaan hajian, di luar bulan haji juga selalu penuh oleh jamaah umrah.
Saat ini untuk mencium Hajar Aswad pada waktu kita thawaf yaitu dengan isyarat Istilam yaitu dengan melambaikan tangan ke Hajar Aswad sebagai isyarat menyentuh Hajar Aswad mengucapkan takbir dan mengecup telapak tangan.
Apabila kita ingin mencium Hajar Aswad maka lalukan secara khusus di waktu thawaf sunah misalnya karena penuhnya jamaah konsekuensinya harus rebutan, disinilah kita harus bijak dan proporsional jangan sampai mengejar pahala sunnah tapi melakukan perkara yang dilarang seperti menyakiti jamaah lain dengan cara mendorong atau sikut kanan dan sikut kiri demi mencium Hajar Aswad.
Imam As Syafi’i juga memberikan komentar bahwa tidak disyaratkan untuk berlebihan dalam mencium atau menyentuh Hajar Aswad karena tujuan pokoknya adalah mengingat Allah dan mencontoh Nabi.
“لَا يُشْتَرَطُ الْمُبَالَغَةُ فِي التَّقْبِيلِ وَالِاسْتِلَامِ، وَإِنَّمَا الْمَقْصُودُ ذِكْرُ اللَّهِ وَتَأْسِيًا بِالنَّبِيِّ ﷺ.”
Artinya: Tidak disyaratkan untuk berlebihan dalam mencium atau menyentuh Hajar Aswad. Tujuan utamanya adalah mengingat Allah dan mencontoh Rasulullah ﷺ (Al-Umm)
Maka dalam thawaf-pun sebagai pengganti mencium Hajar Aswad karena penuhnya jamaah bisa dengan Istilam (memberi Isyarat) yaitu memberi isyarat dengan tangan dengan cara melambaikan tangan dan mengucapkan takbir sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi
“إِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَسْتَلِمَ الْحَجَرَ، أَشَارَ إِلَيْهِ بِالْيَدِ وَكَبَّرَ.”
Artinya: Jika seseorang tidak mampu menyentuh Hajar Aswad, maka cukup dengan memberi isyarat dengan tangannya dan mengucapkan takbir. (Syarh Shahih Muslim).