Penyakit hati dari kata TENGIL yang ke-4 adalah hurup G yang diartikan Galak, Sifat galak termasuk salah satu bentuk akhlak tercela dalam Islam. Galak di sini berarti bersikap kasar, keras, dan tidak ramah terhadap orang lain, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
Sifat ini bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan kelembutan, kesabaran, dan kasih sayang dalam berinteraksi dengan sesama. Rasulullah Saw diperintahkan oleh Allah Swt menghadapi siapapun dengan lemah lembut tidak dengan galak atau kasar sebagaimana firman Allah dalam Al Quran:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”
(QS. Ali Imran: 159)
Ada beberapa akibat yang buruk dari sifat galak yaitu:
- Merusak hubungan dengan orang lain
- Hilang keberkahan dalam hidup
- Tidak disukai oleh Allah dan manusia
Ibadah Haji merupakan ibadah yang di dalamnya dilatih untuk bersabar, berinteraksi dengan jamaah yang lain berbeda pengetahuan, beda pendidikan, beda daerah beda latar belakang keluarga dll perlu kesabaran yang ekstra, maka ketika ada sesuatu tingkatkan kesabaran.
Orang yang bersabar akan menjaga emosi, karena sifat galak seringkali muncul dari emosi yang tidak terkendali. Penting untuk berlatih mengendalikan emosi agar tidak mudah marah atau bertindak kasar.
Al Quran sudah memberikan rambu-rambu yang jelas terkait dengan pelaksanaan haji supaya kita mencapai haji yang mabrur, maka jangan melakukan hal-hal berikut:
“فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الحَجِّ”
“Maka tidak boleh ada rafats, fusuq, dan jidal dalam haji”
(Qs. Al Baqarah: 197)
Dalam pandangan Imam Al-Ghazali dapat dilihat dari sudut pandang adab spiritual serta kesucian hati selama melaksanakan ibadah haji.
- Rafats (رفث): Rafats merujuk pada segala bentuk pembicaraan atau tindakan yang tidak senonoh, terutama yang berkaitan dengan hubungan suami istri. Dalam konteks haji, Imam Al-Ghazali mengingatkan bahwa bukan hanya perbuatan yang harus dijaga, tetapi juga perkataan yang berkaitan dengan hawa nafsu harus dijauhi. Rafats meliputi segala hal yang bisa merusak kesucian dan keagungan momen haji, baik secara fisik maupun mental. Imam Al-Ghazali menekankan pentingnya menjaga lidah dan hati dari hal-hal yang dapat mengurangi pahala ibadah.
- Fusuq (فسوق): Fusuq adalah segala bentuk maksiat dan pelanggaran terhadap perintah Allah, baik kecil maupun besar. Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa fusuq dalam haji mencakup segala dosa dan pelanggaran yang dilakukan oleh jamaah haji, baik yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak manusia. Ibadah haji adalah saat untuk menyucikan diri, dan segala bentuk kemaksiatan harus dihindari karena hal itu mencemari niat dan tujuan ibadah yang utama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati.
- Jidal (جدال): Jidal berarti perdebatan atau pertengkaran. Menurut Imam Al-Ghazali, jidal dalam haji bukan hanya dilarang dalam bentuk verbal, tetapi juga dalam sikap hati yang penuh kebencian, keangkuhan, atau niat untuk menang dalam perdebatan. Haji adalah momen untuk mencapai kedamaian dan kesabaran, serta meningkatkan hubungan spiritual dengan Allah. Karena itu, segala bentuk perselisihan, baik dalam hal kecil maupun besar, harus dihindari.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin mengajarkan bahwa haji bukan sekadar ritual fisik, tetapi juga perjalanan spiritual yang dalam. Oleh karena itu, ayat ini mengisyaratkan agar jamaah haji menghindari segala perbuatan yang bisa mencemari kesucian hati, perkataan, dan tindakan selama menjalankan ibadah haji. Menjauhi rafats, fusuq, dan jidal merupakan cara untuk menjaga hati tetap bersih dan fokus hanya kepada Allah, sehingga ibadah haji dapat diterima dan membawa transformasi spiritual.
Dengan demikian, makna ayat ini menurut Imam Al-Ghazali bukan hanya larangan secara lahiriah, tetapi juga peringatan untuk menjaga kesucian batin, hati, dan pikiran selama menunaikan haji.