
Dalam kalimat talbiyah selanjutnya ada kalimat la syarikalak, penjelasannya sebagai berikut:
Makna لَا شَرِيْكَ
Inti dari kalimah laa syarikalak adalah ketahuidan makna lafad laa syarikalak tiada sekutu bagi-Mu, dalam hati kita mengatakan bahwa bagi Allah tidak ada sesuatu apapun yang menyamai Allah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dalam realisasinya kita meminta hanya kepada Allah, bergantung hanya kepada Allah dan memohon perlindungan-pun hanya kepada Allah dalam surat al Ikhlas disebutkan
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
Artinya: Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat meminta/bergantung segala sesuatu.
Pesan makna talbiyah la syarikalak adalah kita harus betul-betul memurnikan tauhid kita karena saat melaksanakan haji sebagaimana dalam sebuah hadis dikatakan ada beberapa kerawanan bagi yang melaksanakan haji diakhir jaman yaitu ada yang niat untuk berdagang atau bisnis, ada yang berniat hanya haji ingin dipuji dan disanjung, juga ada yang ingin disebut ahli quran/Ibadah. Padahal kalau haji karena Allah dunia akan mengejarnya tapi kalau tidak karena Allah maka akan terjadi sebaliknya yaitu kita yang akan terus mengejar dunia.
Kalimah la syarikalak adalah membuang keyakinan yang salah tentang Allah, kita tahu Allah bersifat mukholafatul lilhawadisi yaitu berbeda dengan mahluknya, ka’bah disebut rumah Allah tetapi bukan berarti Allah tinggal di ka’bah, karena Allah ada tidak membutuhkan tempat tetapi maksudnya robba hadzal bait yaitu Allah pemilik ka’bah, ka’bah juga merupakan pusat kiblat umat Islam sehingga ketika kita shalat di masjidil haram bukan menyembah ka’bah melainkan menghadap ke kiblat shalatnya umat Islam seluruh dunia. Inti dari kalimah la syarikalak adalah membangun ketahuidan, membangun keyakinan dan keikhlasan ibadah kepada Allah.
Makna لَكَ
Lafad laka artinya milikMu, semua yang ada didunia ini adalah milik Allah, kalimah laka ini merupakan kalimah kepasrahan, maka pasrahkan kepada Allah, jangan takut mati karena ada yang tidak mau berhaji karena takut pesawatnya jatuh, takut karena jauh dari kampung halaman, takut karena cuacanya ektrem dll. Kita semua milik Allah, Allah-lah yang menentukan segala sesuatunya maka pasrahkan kepada Allah jangan takut kepada siapapun, takutlah hanya kepada Allah.
Makna إِنَّ الْحَمْدَ
Semua puji hanya milik Allah, maka ketika ada yang memuji kita kembalikan pujian kepada Allah dengan mengucapkan alhamdulillah, pada dasarnya semua pujian tersebut akan kembali kepada Allah. Maka dari itu, seringlah mengucap puji dan syukur kepada Allah. Ada 4 macam jenis pujian yaitu:
- Pujian Allah terhadap diri-Nya (Qodim ala qodim)
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha: 14). - Pujian Allah bagi makhluk-Nya (Qodim ala hadits)
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya: “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar di atas akhlak yang agung.” (QS Al-Qolam: 4). - Pujian makhluk kepada Allah (Hadits ala qodim)
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ
Artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,” (QS Al-Fatihah: 2). - Pujian makhluk kepada makhluk lainnya (Hadits ala hadits)
جَزَا كَ الله
Artinya: “Semoga Allah Membalasmu…”
Makna وَالنِّعْمَةَ
Arti kalimah wa ni’mata adalah dan nikmat, semua nikmat dianugrahkan oleh Allah Swt. Dalam ibadah yang dirasakan nikmat adalah ibadah haji, terbukti orang yang sudah berhaji dalam hatinya ingin berhaji lagi. Saat ini karena ada regulasi dan antrian haji yang panjang maka biasanya melaksanakan umrah, maka tidak ada ibadah yang paling nikmat kecuali haji dan umrah, tidak ada berdoa yang paling nikmat kecuali berdo’a di depan ka’bah
Makna وَالْمُلْكَ
Arti wal mulka “dan segala kekuasaan adalah milik-Mu”, maka Ketika kita melaksanakan haji semua pasrahkan kepada Allah, bukan ke karom, bukan ke karu atau petugas haji karena mereka semua berada dalam kekuasaan Allah. Jamaah haji harus mandiri dalam berbagai hal, bahkan sendal ketika masuk ke masjid baik di masjidil haram ataupun masjid Nabawi jangan dititip ke istri, sebab keluar masjidnya akan keluar dipintu yang berbeda.
Contoh lain bahwa haji harus bisa secara ilmu mandiri adalah antisipasi tercecer atau ketinggalan dari rombongan ketika thawaf atau sa’i, maka harus paham kaifiyat thawaf dan sai ketika tercecer dari rombongan juga bisa menyelesaikan dengan sempurna.
Jamaah haji harus memahami dan meresapi makna talbiyah, insya Allah dengan memahami dan meresapinya mendorong kemabruran haji.
sumber: Materi manasik haji yang disampaikan oleh Kh. Marfu Muhyidin Ilyas, MA